Jumat, 23 Agustus 2013

S1 SOSIOLOGI

 http://sd.keepcalm-o-matic.co.uk/i/keep-calm-and-love-sosiologi.png

 

 

  Tentang sosiologi

Kata ’sosiologi’ sebenarnya ambigu. Terbentuk dari perpaduan bahasa setengah Latin, setengah Yunani. Science of society, ilmu tentang masyarakat adalah konotasi artifisial yang melekat pada awal perkembangannya. Sosiologi tak bisa dipisahkan dari tradisi filsafat ilmu pengetahuan. Istilah ‘sosiologi’ sendiri digunakan pertama kali oleh Auguste Comte, yang kemudian disebut sebagai ‘bapak sosiologi’. Masterpiece-nya yang terkenal adalah kitab ‘Cours de philosophie positive’ ditulis pada tahun 1830-1842. Kata ‘positive’ atau disebut juga ’positivism’ menekankan bahwa ‘sosiologi’ adalah ilmu pengetahuan sosial yang spesifik, mendekati ilmu pasti. Sosiologi adalah anak kandung positivisme.

Comte mengenalkan istilah ’sosiologi’. Tapi faktanya, ilmu tentang masyarakat sudah ada jauh sebelumnya. Filsafat berhubungan erat dengan doktrin pengorganisasian masyarakat. Sosiologi memisahkan diri dari abstraksi filosofis menjadi filsafat praktis. Sosiologi sama sekali bukan ilmu pengetahuan baru. Desain tentang masyarakat yang ideal telah dirumuskan berabad-abad silam. Teks kuno karya filsuf Plato berjudul ’Replublic’ telah menyuplai doktrin tentang bagaimana mengorganisir masyarakat yang adil. Konsepsinya memberi pengaruh berantai pada filsafat sosial setelahnya, tak terkecuali para pemikir anti-Platonic. Athena, 360 tahun sebelum masehi barangkali tahun lahir sosiologi.

 

PENGANTAR ILMU SOSIOLOGI

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Arsip untuk ‘Pengantar Ilmu Sosiologi’ Kategori

Sosiologi adalah salah satu dari disiplin ilmu sosial, sehingga ilmu tersebut memerlukan hubungan kerjasama dengan disiplin ilmu sosial yang lain, di antaranya: Sejarah Antropologi  Geografi  Ekonomi  Psikologi  Politik  Hukum  Budaya  Religi  Seni, dll.
Tujuan Mempelajari Ilmu Sosiologi adalah Untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum, karena sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakekat, bentuk, isi dan struktur masyarakat. Oleh karena itu diharapkan ilmu sosiologi dapat memberikan wawasan akademis maupun praktis.
Kata sosiologi berasal dari bahasa latin socius dan logos. Socius – Sosial artinya masyarakat, Logos artinya Ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang mengkaji sosial kemasyarakatan. Penjelasan istilah sosiologi tidak cukup sampai di sini, namun dapat dijabarkan lebih jauh berdasarkan dari beberapa tokoh. Selanjutnya definisi sosiologi menurut para tokoh:
Definisi sosiologi adalah daftar yang berisi tentang macam-macam definisi tentang sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
  1. Pitirim Sorokin: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
  2. Roucek dan Warren: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
  3. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf : sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
  4. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers: sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
  5. Max Weber: Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
  6. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi: Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
  7. Paul B. Horton: sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
  8. Soejono Soekanto: sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
  9. William Kornblum: sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
  10. Allan Jhonson: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya memengaruhi sistem tersebut.


Mendefinisikan Sosiologi Profetik

Sosiologi Profetik itu dimaksudkan sebagai sosiologi berparadigma Ilmu Sosial Profetik (ISP). Untuk pembahasan tentang ISP lihat saja Ilmu Sosial Profetik (klik saja). Dengan demikian dapat digariskan beberapa hal:
  • Pertama, sosiologi profetik memiliki tiga nilai penting sebagai landasannya yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Ketiga nilai ini di samping berfungsi kritik juga akan memberi arah, bidang atau lapangan penelitian.
  • Kedua, secara epistemologis, sosiologi profetik berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini bertentangan dengan positivisme yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos.
  • Ketiga, secara metodologis sosiologi profetik jelas berdiri dalam posisi yang berhadap-hadapan dengan positivisme. Sosiologi profetik menolak klaim-klaim positivis seperti klaim bebas nilai dan klaim bahwa yang sah sebagai sumber pengetahuan adalah fakta-fakta yang terindera. Sosiologi profetik juga menolak kecenderungan ilmu sosial yang hanya menjelaskan atau memahami realitas lalu memaafkannya. Sosiologi profetik tidak hanya memahami tapi juga punya cita-cita transformatif (liberasi, humanisasi dan transendensi). Dalam pengertian ini sosiologi profetik lebih dekat dengan metodologi sosiologi kritik (teori kritik). Melalui liberasi dan humanisasi sosiologi profetik selaras dengan kepentingan emansipatoris sosiologi kritik. Bedanya sosiologi profetik juga mengusung transendensi sebagai salah satu nilai tujuannya dan menjadi dasar dari liberasi dan humanisasi.
  • Keempat, sosiologi profetik memiliki keberpihakan etis bahwa kesadaran (superstructure) menentukan basis material (structure).

 Posisi Paradigmatik Sosiologi Profetik

Agak susah untuk mendefinisikan posisi paradigmatik Sosiologi Profetik, karena Sosiologi Profetik itu sendiri sesungguhnya masih merupakan sebuah tawaran yang akan dilihat kemungkinannya di masa depan. Dengan demikian bangunan Sosiologi Profetik itu sendiri masih tampak sangat kabur. Meskipun demikian kiranya penting untuk mencoba menentukan ke mana arah gerak dari Sosiologi Profetik ini di masa depan.
Jika kita mengikuti pembagian Ritzer, Sosiologi Profetik tampaknya bergerak di antara dua kutub: kutub paradigma fakta sosial dan kutub paradigma definisi sosial. Melalui pandangan dialektis antara structure dan superstructure Sosiologi Profetik agaknya sesuai dengan tiga prinsip dialektika masyarakat yang dikemukakan Peter L. Berger yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.  Dengan eksternalisasi, kesadaran itulah yang menggerakkan perilaku sosial untuk membentuk kebudayaan. Dengan internalisasi, basis material ikut menentukan kesadaran. Dengan demikian Sosiologi Profetik mengakui bahwa makna subyektif atau kesadaran (paradigma definisi sosial) dan fakta-fakta obyektif (paradigma fakta sosial), termasuk di antaranya basis material adalah dua hal yang menyebabkan munculnya realitas sebagaimana diungkap Berger dan Thomas Luckmann.  Dialektika antara kesadaran dan basis material ini menunjukkan bahwa sosiologi profetik mengakui adanya fakta-fakta sosial yang bersifat eksternal dan koersif (paradigma fakta sosial), sekaligus mengakui adanya makna-makna subyektif (kesadaran) yang dibangun individu dalam proses-proses sosialnya (paradigma definisi sosial).
Sosiologi Profetik juga dekat dengan paradigma teori kritis mazhab Frankfurt. Max Horkheimer mendirikan teori kritis dengan Pertama, teori kritik bersifat historis, artinya dikembangkan berdasarkan situasi masyarakat yang konkret dan berpijak di atasnya. Teori kritik tidak bermaksud menentukan hukum-hukum universal yang berlaku di segala masa dan tempat. Kedua, teori kritik bersifat kritis terhadap dirinya sendiri. Teori kritik mempertahankan kesahihannya melalui evaluasi, kritik dan refleksi terhadap dirinya sendiri, bukan pada sikap netral. Ketiga, teori kritik memiliki kecurigaan kritis terhadap masyarakat aktual. Keempat, teori kritik itu merupakan teori dengan maksud praktis. Ketidaknetralan teori kritik itu terletak pada pemihakannya pada praksis sejarah tertentu. Pemihakan itu terdapat dalam tujuan teori kritis yaitu pembebasan manusia dari perbudakan, membangun masyarakat atas dasar hubungan antar pribadi yang merdeka dan pemulihan kedudukan manusia sebagai subyek yang mengolah sendiri kenyataan sosialnya. Dengan demikian, teori kritik hendak mengkritik keadaan-keadaan aktual dengan referensi pada tujuannya. Jadi teori kritik mengandung muatan utopia tertentu sehingga tidak netral. Teori kritik adalah teori dengan maksud praksis emansipatoris.
Dari pemaparan di atas, tampak bahwa Sosiologi Profetik sesungguhnya memiliki kedekatan secara metodologis dengan teori kritik. Menjadi lebih jelas dengan sendirinya bahwa Sosiologi Profetik, sebagaimana teori kritik, menolak netralitas ilmu pengetahuan sebagaimana dianut dalam positivisme ilmu sosial.
Melalui humanisasi, liberasi dan transendensi, Sosiologi Profetik hendak menegaskan posisinya. Sebagaimana teori kritik, Sosiologi Profetik juga dimaksudkan untuk kepentingan praksis emansipatoris.



Yang menjadikan posisi paradigmatik Sosiologi Profetik menjadi unik adalah bahwa Sosiologi Profetik juga menjadikan transendensi sebagai bagian penting dari unsur pembentuknya. Karena itu, dalam Sosiologi Profetik, nilai-nilai relijiusitas menjadi penting sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban manusia. Transendensi menjadi dasar dari humanisasi dan liberasi, ini artinya proses-proses emansipatoris dalam Sosiologi Profetik diletakkan dalam konteks transendensi.